Senin, 07 Januari 2008

5 JUTA PETANI akan MENGANGGUR


Niat pemerintah untuk memangkas Bea Masuk (BM) Import beras menjadi Rp.450 per kg berdampak pada pengangguran yang lebih luas. Setidaknya 5 juta petani terancam kehilangan pekerjaannya.

Hal itu diungkapkan oleh Sekjend HKTI, Rachmad Pambudi. Angka itu sendiri berbasis pada perhitungan yang dilakukan oleh HKTI. Jika pemerintah mengimpor beras sebanyak 1 juta ton, 5 juta orang terancam kehilangan pekerjaannya. Perhitungan produksi 1 juta ton beras membutuhkan gabah 2,5 juta ton dengan areal budi daya 500.000 hektar.

Luas area 1 hektar, sedikitnya membutuhkan 10 pekerja. Maka, kalau 500.000 hektar membutuhkan 5 juta orang petani. Dari sisi kerugian, pemangkasan BM sebesar Rp 100 per kg, maka harga gabah petani akan melorot mencapai Rp 5,6 trilliun.


“Penurunan BM membuat kami jadi heran, kenapa BM diperjuangkan Bulog untuk turun walau tidak akan impor. Ada apa dibalik ini? Membela kepentingan siapa Bulog?” tandas Rahmad.

Ia menambahkan, di sejumlah negara produsen beras justru meningkatkan tarif BM import, agar dapat menjadi stimulan untuk meningkatkan produksi. Disamping itu, petani pun mendapat perlindungan, agar harga dasar gabahnya tidak terganggu.

“Di sejumlah negara, seperti AS, Thailand Vietnam, India dan Jepang justru menaikkan BM dari mulai 50% hingga 300%. Kok kita diturunkan, padahal dengan BM Rp550 per kg itu hanya 25% tarif yang diterapkan. Gitu saja kok berat,” tukasnya.

Senada dengan Rachmad, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir menilai kebijakan pemangkasan BM import beras adanya pertanda pemerintah tidak dapat melindungi petani.

“Penurunan bea masuk itu jelas tidak memproteksi petani. Seharusnya pemerintah menaikkan bea masuk, ini malah menurunkan. Padahal bea masuk kita sudah sangat kecil dibandingkan negara-negara di ASEAN lainnya, seperti Thailand,” ungkapnya.

Winarno melanjutkan, seharusnya pemerintah mendesak Bulog untuk memaksimalkan perannya dalam menyerap beras dari petani. Pemangkasan BM import beras justru akan mencekik nasib petani produsen, karena harga beras petani bisa jatuh.

Ikut Pasar Bebas

Di tempat terpisah, Sekjen Wahana Masyarakat Tani Indonesia (WAMTI), Agusdin Pulungan mengecam tindakan pemerintah menurunkan tarif BM import beras. Menurutnya, kebijakan itu pertanda bahwa pemerintah lebih berpihak pada pasar bebas, daripada petani kecil. Sebagai negara produsen beras, seharusnya pemerintah menjamin perlindungan petani kecil dari sebuan beras import.

Agusdin bahkan mempertanyakan Perum Bulog yang bermimpi menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir beras. “Saya jadi meragukan gembar-gembor Dirut Perum Bulog yang ingin menjadikan Indonesia sebagai eksportir beras,” ketusnya.

Ia mendesak kepada pemerintah untuk segera merevisi harga pembelian beras (HPP). Hal ini penting dilakukan agar Bulog dapat menyerap gabah petani secara maksimal, khususnya menjelang panen raya di bulan Februari-Maret 2008 nanti.

Sebagaimana diketahui, pemangkasan BM import beras dipicu oleh kenaikan harga beras dunia yang terus merangkak naik, lantaran menyusutnya stok beras dunia. Data yang dilansir oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Food Agriculture Organization (FAO) menyebutkan bahwa stok akhir beras dunia terus merosot hingga tahun 2009.

Di tahun 2007, stok akhir beras dunia mencapai 87 ton, dan di tahun 2008 diprediksikan mencapai 85 juta ton, dan pada tahun 2009 mencapai 86 juta ton. Sementara, data produksi beras yang dirilis oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat, stok akhir beras dunia per Juli 2007, mencapai 71,99 juta ton, lebih rendah bila dibandingkan stok akhir 2005/2006 sebesar 77,26 juta ton.

Tragisnya, stok ini pun menjadi rebutan oleh banyak negara konsumen beras. Bencana yang melanda sejumlah negara turut mempengaruhi persediaan beras dunia. Hal itu turut mempengaruhi bea operasional yang harus ditanggung oleh Bulog. Jalan pintas pun ditempuh, yakni pemangkasan BM import beras. Kenaikan harga beras dunia yang mencapai US$350 per ton, membuat Bulog harus memangkas tarif BM Import beras Rp.100 per kg. Dari Rp. 550 per kg sebelumnya, menjadi Rp.450 per kg.

Bantahan Bulog

Terkait dengan dampak terhadap harga pembelian gabah petani, Dirut Bulog Mustafa Abu Bakar menilai tidak berdampak apapun. Pasalnya, peningkatan harga beras di pasar dunia saat ini dari U$295 per ton menjadi U$ 330 per ton masih terlalu tinggi, bila dibandingkan memangkas tarif impor beras yang hanya Rp.100 per kg.

“Tidak ada dampak ke petani. Kenaikan 100 rupiah masih lebih kecil dibanding dengan kenaikan harga beras dunia dari US$ 295 ke US$ 330 itu kecil sekali,” tegasnya.

Namun hal ini dibantah oleh Rachmad Pambudi. Menurutnya, jika Bulog merasa berat dengan tarif BM, seharusnya dapat menjalin kerjasama dengan mitra tani untuk meningkatkan produksi, disamping mendapat harga yang lebih murah.

“Beli beras impor sama mahalnya. Kalau di pasar internasional sekitar US$330 per ton, Vietnam sekitar Rp4.400 per kg dan Thailand kurang dari Rp5.000 per kg, tapi Thailand bisa menjual US$350 per ton. Kan sama saja dengan disini,” tukas Rachmad.
Senada dengan Rachmad, Direktur Pusat Komunikasi Inovasi Teknologi dan Bisnis Dadang Z. Prawira upaya pemangkasan adalah tindakan yang tidak cerdas dan tidak berpihak. Menurutnya, masalah utama yang dihadapi oleh petani saat ini terletak pada pendistribusian.

”Semestinya, pemerintah berpikir untuk rakyat. Misalnya, dengan serius mencarikan solusi atas problem petani yang sulit mendistribusikan berasnya. Itu kan persoalan yang esensial. Jadi, bukannya lalu ‘dibom’ dengan kebijakan impor beras,” ujar Dadang.

Ia menambahkan, jika pemerintah berpihak pada petani produsen maka pemecahan masalah internal petani seperti harga pupuk, penetapan harga dasar gabah, masalah infrastruktur, serta masalah lingkungan yang dapat mengganggu produksi dapat cepat dituntaskan.

”Artinya, pemerintah jangan ‘bermain’ di tataran sistem kapitalis, yang terbukti merugikan rakyatnya sendiri. Pemerintah harus membantu masyarakat mengubah kultur budaya dan usahanya,” kata Dadang.

Usulan untuk memangkas tarif BM import beras mendapat dukungan dari sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Tak tanggung-tanggung, Menteri Keuangan bahkan telah mengeluarkan peraturan resmi. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 180/PMK.011/2007 tentang Penetapan Tarif BM atas Impor Beras mengatur tarif BM impor beras turun dari Rp 550 per kg menjadi Rp 450 per kg, maka di tahun 2008 tarif BM import dapat direalisasikan.

Rencana itu disambut positif oleh Menteri Perekonomian Boediono, usai menghadiri rapat koordinasi membahas harga bahan kebutuhan pokok di Jakarta (28/12). “Penurunan BM impor ini untuk mengurangi beban Bulog dalam menstabilkan harga beras di pasaran saat ini,” katanya.

Rapat yang digelar di gedung Bulog tersebut turut dihadiri oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Perdagangan Mari Pangestu, Menteri BUMN Sofyan Jalil, Menteri Perhubungan Jusman Syafi`i Jamal, Dirut Perum Bulog Mustafa Abu Bakar, Kepala BPS Rusman Heriawan serta perwakilan dari sejumlah BUMN.

Boediono menegaskan bahwa kebijakan menurunkan BM impor beras tersebut diambil pemerintah karena saat ini harga beras di tingkat dunia meningkat sementara Bulog memiliki kewajiban menstabilkan harga komoditas pangan tersebut di dalam negeri dengan menggunakan beras impor. (ar)



Tidak ada komentar:

Your IP

Sign by Dealighted - Coupons and Deals

GMT